makalah ahlak menurut agama filsafat budaya
loading...
MAKALAH
AKHLAK BAIK DAN BURUK MENURUT AGAMA, FILSAFAT, ILMU DAN BUDAYA
( Ditujukan Sebagai Tugas Mata Kuliah Ilmu Akhlak )

Disusun oleh:
AHMADSYAH (1143060005)
HABIL MUHAMMAD ()
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung
Fakultas Syariah dan Hukum
Jurusan Hukum Pidana Islam/A
Tahun Pelajaran 2014/2015
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Setiap perbuatan manusia itu ada yang baik dan ada yang tidak baik atau buruk. Kadang-kadang di suatu tempat, perbuatan itu dianggap baik atau buruk. Hati manusia memiliki perasaan dan dapat mengenal, perbuatan itu baik atau buruk dan benar atau salah.
Baik dan buruk merupakan dua istilah yang banyak digunakan untuk menentukan suatu perbuatan yang dilakukan seseorang. Pernyataan tersebut dapat dijadikan indikator untuk menilai perbuatan itu baik atau buruk sehingga dapat di latar belakangi sesuatu yang mutlak dan relative.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa setiap manusia mempunyai kekuatan insting. Hal ini berfungsi bagi manusia untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Kekuatan ini terkadang berbeda sedikit, karena perbedaan masa dan milieu, tetapi tetap berakar pada tiap-tiap manusia. Maka tiap-tiap manusia mempunyai semacam ilham yang dapat mengenal nilai sesuatuakan baik dan buruknya.
2. Rumusan masalah
a. Bagaimana ahlak baik dan buruk menurut Agama?
b. Bagaimana akhlak baik dan buruk menurut filsafat?
c. Bagaimana akhlak baik dan buruk menurut ilmu?
d. Bagaimana akhlak baik dan buruk menurut budaya?
3. Tujuan penelitian
a. Untuk mengetahui ahlak baik dan buruk menurut Agama.
b. Untuk mengetahui akhlak baik dan buruk menurut filsafat.
c. Untuk mengetahui akhlak baik dan buruk menurut ilmu
d. Untuk mengetahui akhlak baik dan buruk menurut buday
BAB II
PEMBAHASAN
A. Baik dan Buruk menurut Agama
Perilaku manusia yang baik ditunjukan oleh sifat-sifat dan gerak kehidupanya sehari-sehari. Manusia sebagai idividu dan sebagai mahluk sosial, tidak berhenti dari berperilaku. Setiap hari, perilaku manusia dapat berubah-ubah meskipun manusia dapat membuat perencanaan untuk bertindak secara rutin.
Penting untuk direnungkan oleh manusia dalam menjalani kehidupan ini, tentang terminologi yang hitam putih mengenai perilaku baik dan buruk, mengenai ahlak terpuji dan tercela. Manusia wajib mengerti dan memahami makna baik daan buruk. Sesuatu yang baik menurut manusia belum tentu baik menurut Allah SWT. Demikian juga sebaliknya, sesuatu yang buruk menurut manusia belum tentu nuruk menurut Allah SWT. Hal tersebut dapat dialami oleh seluruh manusia karena pada dasarnya, akal pikiran manusia dan kemampuan intelegensianya sangat terbatas.
Allah SWT. Menjelaskan dalam Al-Qur’an surat Fussilat ayat 34-35:
“ dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada asa permusuhan di antara kamu dan dia akan seperti teman yang setia. Dan (sifat-sifat yang baik itu) tidak dianugerakan, kecuali kepaada orang-orang yang sabar dan tidak di anugerahkan kecuali kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar.”(Q.S Fussilat: 34-35)
Firman Allah SWT di atas, menjelaskan perbuatan baik dan buruk. Manusia dan beriman harus mengenal dan memahami lebih mendalam tentang jenis-jenis perbuatan yang baik dan buruk, sehingga setiap tindakan merupakan pilihan yang rasional dan dijaga oleh tuntutan Allah SWT. Dan Rasulullah SAW.
Indikator utama dari perbuatan yang baik adalah sebagai berikut.
1. Perbuatan yang diperintahkan oleh ajaran Allah dan Rasulullah SAW, yang termuat di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
2. Perbuatan yang medatangkan kemaslaahatan dunia dan akhirat.
3. Perbuatan yang meningkatkan martabat kehidupan manusia di mata Allah dan sesama manusia.
4. Perbuatan yang menjadi bagian dari tujuan syari’at islam, yaitu memlihara agama Allah, Akal, jiwa, keturunan, dan harta kekayaan.
Indikator perbuatan yang buruk atau akhlak yang tercela adalah sebagai berikut.
1. Perbuatan yang didorong oleh hawa nafsu yang datangnya dari setan.
2. Perbuatan yang dimotivasi oleh ajaran thogut yang mendatangkan kerugian bagi diri sendiri dan orang lain.
3. Perbutan yang membahayakan kehidupan di dunia dan merugikan di akhirat.
4. Perbuatan yang menyimpang dari tujuan syariat islam, yaitu merusak agama, akal, jiwa, keturunan, dan harta kekayaan.
5. Perbuatan yang menjadikan permusuhan dan kebencian.
6. Perbuatan yang menimbulkan bencana bagi manusia.
7. Perbuatan yang menjadikan kebudayaan manusia menjadi penuh dengan keserakahan dan nafsu setan.
8. Perbuatan yang melahirkan konflik, peperangan dan dendam yang tiadak berkesudahan.
Terdapat suatu hadis yang yang diriwayatkan oleh imam bukhari dan muslim yang menjelaskan sabda nabi Muhammad SAW.”bukanlah kekuataan itu karena seseorang berani bergulat dan bertengkar, kekuatan seseorang terletak pada kecerdasanya mengendalikan diri ketika ia sedang marah. ”
Dalam surat Asy-Syura ayat 25, Allah SWT, berfirman sebagai berikut.
“dan Dialah yang menerima tobat dari hamba-hambanya, memaafkan kesalahan-kesalahan, dan mengetahui apa yang kamu kerjakan. ” (Q.S Asy-Syura: 25)
Ayat di atas, menjelaskan akhlak Allah SWT, yang selalu menerima tobat hamba-Nya dan mengampuni kesalahan-kesalahan orang yang bertobat. Hal itu merupakan pelajaran yang berharga bagi manusia, bahwa manusia yang berakhlak mulia adalah manusia yang pemaaf kepadaa orang lain.
Demikian pula, daalam surat Asy-Syura ayat 15, Allah SWT. Berfirman:
“karena itu, serulah (mereka beriman) dan tetaplah (beriman dan bertakwalah) sebagaimana diperintahkan kepadamu (muhammad) dan janganlah mengikuti keinginan mereka dan katakanlah, aku beriman kepada kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan agar berlaku adil di antara kamu. Allah tuhan kami dan tuhan kamu. Bagi kami, perbuatan kami dan bagi kamu perbuatan kamu. Tidak (perlu) ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nya-lah (kita) kembali. ”
Firman Allah SWT. Tersebut sangat jelas dan luar biasa karena akhlak yang harus diwujudkan orang-orang muslim adalah akhlak bertoleransi kepada sesama manusia. Allah SWT. Mengakui bahwa keimanan tidak dapat dipaksakan, tetapi bagi orang muslim, dakwah kepada jalan Allah SWT. Harus tetap dijalankan, dengan menggunakan metode yang baik, strategis, dan tidak mendatangkan pertikaian.
Ketakwaan manusia akan semakin meningkat apabila manusia selalu memperkuat keyainananya tentang kekuasaaan Allah SWT. Bahwa seluruh gerak-gerik manusia selalu diawasi oleh Allah SWT. Karena pengawasan Allah SWT. Yang melekat, manusia akan berhati-hati dalam menjalankan kehidupan, menjaga akhlaknya kepada Allah SWT. Dalam pergaulanya sesama manusia. Manusia beriman akan memiliki kesadaran yang utuh tentang kehidupan abadi di akhirat.
Dosa terberat pada kemanusiaan adalah melakukan penindasan kepada sesama manusia, menjajah, dan mengambil hak orang lain. Kezaliman merupakan akhlak yang akan diazab oleh Allah SWT. Sebagaimana bangsa-bangsa yang selalu menjajah bangsa-bangsa yaang lemah. Indikator akhlak yang tercela berupa perbuatan yang nista dan dosa, terutama berkaitan dengan orang lain. Oleh karena itu, setiap ummat islam sebaiknya menjadi muslim yang pemaaf bagi muslim yang lainya, dan selalu menghormaati hak-hak orang lain meskipun nonmuslim.
Larangan-larangan Allah yang merupakan indikator akhlak yang tercela, artinya yang wajib ditinggalkan oleh ummat islam dijelaskan oleh Allah SWT. Dalam Al-Qur’an yang berjumlah sangat banyak, bahkan dapat dikatakan bahwa ayat-ayat Al-Qur’an secara keseluruhan bertujuan untuk membentuk akhlak yang terpuji.
Allah SWT. Berfirmaan dalam surat Al-Isra’ ayat 37:
“dan janganlah engkau berjalan di bumi ini dengan sombong karena sesungguhnya, engkau tidak akan dapat menembus bumi dan tidak akan mampu menjulang setinggi gunung.” (Q.S. Al-Israa : 37).
Firman Allah SWT. Dalam ayat-ayat Al-Qur’an di atas, menjadi dalil tentang akhlak yang tercela yang membuat manusia terhalang untuk masuk ke dalam kampung yang pennuh dengan kenikmatan. Manusia tertutup untuk memperoleh kenikmatan surga. Akhlak yang dimaksudkan adalah akhlak yang tercela, yaitu kehidupan yang sombong atau takabbur. Allah SWT. Menyatakan bahwa kesombongan manusia hanyalah bagian dari kekerdilan manusia. Hal ini karena kesombongan menunjukan semakin keicil dan lemahnya manusia.sehebat apapun manusia , kesombonganya tidak akan dapat menembus bumi dan melebihi tingginaya gunung. Seharusnya, manusia malu terhadap dalamnya bumi dan tingginya gunung dan langit, yang kedudukan keduanya sama sebagai mahluk yang tidak berdaya.
Indikator akhlak tercela dalam bentuk kesomboongan dapat berupa penolakan terhadap hak yang datang dari Allah SWT. Meninggalkan ibadah dan memandaang kehidupan hanya bersifat materil semata. Manusia yang meninggalkan perintah Allah SWT. Di akhirat, dan perilaku tersebut tergolong pada kekufuran atas adanya hari akhirat. Akhlak demikian, seperti akhlaknya orang-orang ateis yang tidaak mengakui adanya tuhan. Oleh karena itu, keberadaan bagi mereka hanyalah materi semata, dan tidak ada kehidupan setelah kematian.
B. Akhlak baik dan buruk dalam Filsafat
Pandangan-pandangan tentang akhlak dalam kajian filsafat melahirkan berbagai aliran yang kemudian digolongkan pada aliran etika dalam filsafat atau filsafat etika yang paradigmanya didasarkan pada aksiologi dalam filsafat.
Filsafat sebagai induk pemikiran ilmia selalu berada di belakang setiap kemajuan suatu peradaban. Langkah pertamanya dinilai ketika manusia menemukan tata cara belajar melalui trial and eror, cara ini membimbing manusia pada kemaampuan menemukan pengetahuan ilmia yang melibatkan observasi dan eksperimen.
Socrates (470 SM – 399 SM) misalnya adalah filsuf yang menentang sofistik dengan mengatakan bahwa benar dan baik adalah nilai objektif yang harus di junjung tinggi semua orang ia seorang filsf yang jujur dan berani mengatakan kebenaran meskipun ia harus membunuh dirinya sendiri.
Demikian pula, dialektika keilmuan yang dibangun oleh plato dan muridnya Aristoteles. Plato terkesan sangat idealistik dan meyakini bahwa eksistensi berada di luar asspek fisik. Sementara bagi muridnya, Aristoteles, eksistensi melekat pada sesuatu yang fisik. Bagi Plato kebenaran yang ditangkapa panca indra dan dibenarkan secara rasional oleh rasio, tidak lebih dari sebuah bayang-bayang yang bukan saja memiliki nilai jarak dengan kebenaran, tetapi bukan kebenaran itu sendiri.
Pandangan tersebut mengesankan keyakinan Aristoteles tentang keberadaan kebenaran yang paling hakiki, berada diluar segala sesuatu yang empirik daan fisik. Oleh sebab itu, kebenaran yang harus dicari adalah kebenaran metafisik yang mengadakan sesuatu yang ada sifatnya sementara. Dengan demikian ajaran akhlak filosofinya seperti ajaran yang memnerikan hikmah tentang adanya kekuasaan yang mahamutlak.
Pengaruh traddisi empiri-rasional yang dibangun Aristoteles dan di awali oleh para gurunya di Yunani, telah mengubah dunia mistik menjadi dunia ilmu. Namun, proses itu tidak lama bertahan. Penalaran mistik kembali mengalahkan penalaran ilmiah yang telah susah payah dikerjakan oleh para filsuf besar Yunani.
Aetelah kematian Aristoteles, filsafat Yunani kuno kembali menjadi ajaran praktis dan mistik. Ajaran mistik terlihat dari ajaran stoa, epicurus, dan plotinus. Pudarnya kekuasaan Romawi menjadi isyarat datangnyatahap baru. Filsafat dan ilmu harus mengabdi pada agama semakin tampak dan nyata.
Biara tidak saja menjadi tempat aktivitas agama, tetapi menjadi pusat kegiatan intelektual. Ilmu pengetahuan dihubungkan dengan kitab suci ummat kristiani dalam bentuk hubungan history of stientific progres (sejarah perkembangan ilmu), tidak pada social psykologi-nya. Elastisitas ilmu pengetahuan menjadi tidak tampak, bahkan hilang sama sekali. Ilmu pengetahuan terikat oleh doktrin agama yang bersifat tertutup dan jauh dari karakter dialogis.
Kondisi ajaran kristiani yang menetapkan kitab suci dengan ilmu dalam posisi tersebut, akan menjadi cacatan penting, bukan saja bagi masyarakat kristen sesudahnya, tetapi yang paling menarik justru bagi masyarakat dan komunitas lain, seperti Islam. Masyarakat Agama terakhir ini merespons hubungan agama dan ilmu dalam bentuk hubungan yang tidak history of scientific progress, tetapi keduanya hubungan dalam bentuk social psychologi (psikolog sosial).
Bentuk hubungan seperti yang diperagakan masyarakat kristen, di catatat sejarah sejarah telah melahirkan sejumlah kerugian, diantaranya terjadinya pertentangan antara keilmuan dengan kajian keagamaan. Akibatnya, perkembangan ilmu pengetahuan menentukan doktrin agama dan ilmuan merupakan para penentaang agama yang harus disingkirkan.
Agama kristen mengharuskan masyarakat bermoral mengikuti ajaran kristen. Gereja sebagai pusat kebenaran dan pembentuk keharusan berahlak. Secara filosofis, indikator akhlak dalam perspektif filsafat tertuju pada kebenaran agama, yang dalam hal ini kristen telah memenangkan dunianya sebagai dunia moralitas gerejani yang absolut pada masa itu.
C. Akhlak Baik dan Buruk dalam Ilmu
Kebanyakan manusia berselisih dalam pandangannya mengenai sesuatu: diantara mereka ada yang melihatnya baik dan diantara mereka ada yang melihatnya buruk, bahkan ada orang yang melihat sesuatu baik dalam waktu ini, lalu melihatnya buruk pada waktu lain. Setiap gerak dan langkah untuk mencari nilai, sudah tentu manusia memiliki suatu standar untuk mengukur sesuatu yang baik dan buruk, kendati ukuran tersebut berlainan antara yang satu dengan yang lainnya.
Berikut ukuran baik dan buruk dalam ilmu antara lain:
1. Adat Istiadat
Adat istiadat yang berlaku dalam kelompok ataupun masyarakat tertentu menjadi salah satu ukuran baik dan buruk anggotanya dalam berperilaku. Melakukan sesuatu yang tidak menjadi kebiasaan masyarakat sekitarnya ataupun kelomponya akan menjadi problem dalam beriteraksi. Masing-masing kelompok atau masyarakat tertentu memiliki batasan-batasan tersendiri tentang hal-hal yang harus diikuti dan yang harus dihindari. Sesuatu yang dianggap baik oleh masyarakat satu belum tentu demikian menurut masyarakat yang lain. Mereka akan mendidik dan mengajarkan anak-anak mereka untuk melakukan kebiasaan-kebiasaan yang mereka anggap baik dan melarang melakukan sesuatu yang tidak menjadi kebiasaan mereka.
2. Nurani
Jiwa manusia memiliki kekuatan yang mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.Kekuatan tersebut dapat mendorongnya berbuat baik dan mencegahnya berbuat buruk. Jiwanya akan merasa bahagia jika telah berbuat baik dan merasa tersiksa jika telah berbuat buruk. Kekuatan ini disebut nurani. Masing-masing individu memiliki kekuatan yang berbeda satu sama lain. Perbedaan kekuatan ini dapat menyebabkan perbedaan persepsi tentang sesuatu yang dianggap baik dan yang dianggap buruk.
3. Rasio
Rasio merupaka anugrah Tuhan yang diberika kepada manusia, yang membedakannya dengan makhluk lain. Dengan rasio yang dimiliki, manusia dapat menimbang mana perkara yang baik dan yang buruk.Dengan akalnya manusia dapat menilai bahwa perbuatan yang berakibat baik layak disebut baik dan dilestarikan, dan begitu sebaliknya. Penilaian manusia akan terus berkembang dan mengalami perubahan dengan pengalaman-pengalaman yang mereka miliki.
4. Pandangan individu
Kelompok atau masyarakat tertentu memiliki anggota atau masyarakat yang secaraindividual memiliki pandangan atau pemikiran yang berbeda dengan kebanyakan orangdi kelompoknya.Masing-masing individu memiliki kemerdekaan untuk memiliki pandangan dan pemikiran tersendiri meski harus berbeda dengan kelompok atau masyarakatnya.Masing-masing individu memiliki hak untuk menentukan mana yang dianggapnya baik untuk dilakukandan mana yang dinggapnya buruk. Tidak mustahil apa yang semula dianggap buruk oleh masyarakat, akhirnya dianggap baik, karena terdapat seseorang yang berhasil meyakinkan kelompoknya bahwa apa yang dianggapnya buruk adalah baik.
5. Norma Agama
Saluruh agama didunia ini mengajarkan kebaikan. Ukuran baik dan buruk menurut norma agama lebih bersifat tetap, bola dibandingkan dengan ukuran baik dan buruk dimata nurani, rasio, adat istiadat dan pandangan individu. Keempat ukuran tersebut bersifat relative dan dapat berubah sesuai dengan ruang dan waktu.ukuran baik dan buruk yang berlandaskan norma agama kebenarannya lebih dapat dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan, Karena norma agama merupakan ajaran tuhan Tuhan yang maha suci. Disamping itu, ajaran tuhan lebih bersifat universal. Lebih terhindar dari subyektifitas individu maupun kelompok.
D. Akhlak Baik dan Buruk Perspektif Budaya
Budaya berasal dari dua kata, yaitu “budi” artinya akal dan “daya” artinya kekuatan. Dengan demikian, budaya diartikan sebagai kekuatan akal. Potensi akal terwujud dalam bentuk kehendak berpikir, berkarya, dan mengembangkan karya ciptaanya. Kebudayaan sebagai sistem hidup, dalam arti cara manusia mempertahankan kehidupanya. Oleh sebab itu, akhlak baik dan buruk dalam perspektif kebudayaan adalah dengan melihat dan meneliti cara kerja dan cara berpikir manusia untuk mengembangkan kehidupanya dari generasi ke generasi.
Interaksi sosial adalah wujud kolektivitas dari interaksi individual yang diwarnai oleh orientasi motivasional dan orientasi nilai dengan segala dimensinya. Aksi sosial adalah perilaku yang saling berinteraksi. Dengan demikian, interaaksi menjadi sangat penting dalam membentuk kebudayaan kolektif. Apakah tindakan yang diwujudkan individu, bagaimana berintegrasi dengan tindakan individu lain, mengapa dapat berinteraksi dan interelasi, apa hasil dari interelasi tersebut? Hasil dari interaksi dapat membentuk perilaku sosial yang diakui dan diyakini sesuai dengan maksud dan tujuan yang akan dicapai. Tujuan yang dimaksud adalah perpaduan antara orientasi motivasional dan orientasi nilai.
Dari pemahaman di atas, dapat di ambil subtansinya bahwa pola interaksi berpangkal pada motivasi individunya masing-masing. Oleh karena itu, pengamatan pada individu sebagai pelaku atau aktor tindakan sangat penting dalam mengkaji akhlak berbudaya. Selebihnya teori ini mencermati secara mendalam terhadap tindakan individu yang berhubungan dengan individu lainya, yang pada asalnya setiap individu memiliki kepentingan yang berbeda. karena adanya perbedaan orientasi tersebut, hubungan sosial itu menjadi dinamis dan saling berkolaborasi secara aktif. Akan tetapi, ujung dari interaksi dengan menekankan pada tujuan kolektif, dinamikanya akan semakin berkurang, bahkan hilang karena semua pihak yang terlibat dalam interaksi saling menyesuaikan diri dan menyeimbangkan kepuasan masing-masing.
Kebutuhan individu terpuaskan oleh adanya interaksi timbal-balik dan fungsional yang berlangsung lama. Interaksi yang berjalan lama akan menguatkan pertahanan budaya kolektif sehingga kemungkinan besar menjelma menjadi kultur khas, masyarakat khas, perilaku khas dan terinstitusikan jika perilaku yang bersangkutan telah mendarah danging (internalistik).
Sistem sosial terbentuk dari individu-individu yang dalam interaksinya menjamin kebutuhan dasar yang seimbang. Setiap tindakan sosial adalah tindakan kumpulan individu dengan tinddakan kolektif. Melalui konsep kolektivitas, suatu organisasi sosial yang khusus dibentuk menjadi struktur kebudayaan. Suatu kolektivitas merupakan seperangkat posisi tertentu dan orang-orang dengan posisinya masing-masing saling berinteraksi menurut peranya sendiri-sendiri. Suatu institusi disebut sebagai suatu kompleks keutuhan peran yang melembaga secara struktur amat penting dalam melembagakan tindakan individu-individu. Kompleksitas tindakan tersebut disistematisasikan oleh institusi bersangkutan yang wujudnya adalah kebudayaan.
Dengan pemahaman teoretik tersebut di atas, indikator akhlak yang terpuji atau tercela menurut kebudayaan sifatnya sangat relatif karena sistem normatif yang dijadikan standar baik dan buruk adalah tradisi yang telah terlembagakan. Akan tetapi, tradisi normatif dapat berasal dari berbagai sumber, yaitu agama, legenda, mitos, filsafat dan sebagainya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Baik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan luhur, bermartabat, menyenangkan, disukai manusia dan memiliki tujuan yang baik. Sedangkan buruk adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan sesuatu yang rendah, hina, menyusahkan, dibenci manusia dan tidak mempunyai tujuan yang baik. Ukuran baik dan buruk dalam ilmu akhlak antara lain adat istiadat, nurani, rasio, pandangan individu dan norma agama. Aliran-aliran baik buruk pada masa itu antara lain aliran hedonisme, eudaemonisme, utilitarianisme, intuitionisme, naturalisme, theologis, deontology, prakmatisme dan eksistensialisme.
B. Saran
Saran penulis, semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah pengetahuan pembaca tentang pembagian-pembagian akhlak menurut agama, filsafat, ilmu dan budaya.
DAFTAR PUSTAKA
Beni Ahmad saebani dan Abdul Hamid, ilmu akhlak, Bandung: pustaka setia , 2012
terima kasih sudah mencantumkan sumber dari blog saya.
ReplyDeletesemoga bermanfaat dan barokah..
saya tunggu kunjungannya kembali..
terimakasih..
sama sama mas broo,
ReplyDelete