KONSTITUSI DAN TATA PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA
loading...
KONSTITUSI DAN TATA PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA
MAKALAH
Disusun untuk Menuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Dosen : Ridwan Eko Prasetyo S.H.I., M.H.

Disusun Oleh :
Aceng Nurdin (1143060002)
Ahmadsyah (1143060005)
Arih Muhammad Iqbal (1143060010)
Asep Solahudin (1143060011)
Dini Ayu Indrawati (1143060015)
Gulam Fauzan Nm (1143060026)
Heldriani Yulianne (1143060029)
JURUSAN HUKUM PIDANA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2014
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum. Wr. Wb
Puji syukur selalu penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis mampu menyelasaikan tugas yang diberikan oleh dosen kepada penulis. Shalawat dan salam tak lupa kita haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat-sahabat dan para pengikut beliau sampai akhir zaman. Makalah ini memuat materi tentang KONSTITUSI DAN TATA PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA yang bertujuan untuk memperluas wawasan kita tentang Hukum Syara’ beserta pembagian-pembagiannya.
Dalam pembuatan makalah ini penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak. Karena itu penulis ucapkan terimah kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua dan teman-teman yang telah memberikan dukungan yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Dari sanalah semua kesuksesan ini berawal, semoga ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi.
Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak khususnya bapak Ridwan Eko Prasetyo selaku dosen mata kuliah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan agar dapat lebih baik lagi dalam penulisan makalah selanjutnya. Akhir kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semuua pembaca.
Bandung, 20 Desember 2014
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Secara garis besar konstitusi merupakan seperangkat aturan main dalam kehidupan bernegara yang mengatur hak dan kewajiban warga Negara dan Negara itu sendiri. Konstitusi suatu Negara biasa di sebut dengan Undang-Undang Dasar (UUD) . dalam pengembangan Negara dan warga Negara dan warga Negara yang demokratis, keberadaan konstitusi demokrasi lahir dan Negara yang demokrasi.
Namun demikian, tidak ada jaminan adanya konstitusi yang demokratis akan melahirkan sebuah Negara yang demokratis. Hal itu disebabkan oleh penyelewengan atas konstitusi oleh penguasa otoriter.
Oleh karena itu penulis mempersembahkan makalah yang berjudul Konstitusi dan tata Perunadang-Undangan Indonesia. Mudah-mudahan dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang konstitusi dan tata perundang-undangan di indonesia.
B. Rumusan masalah
Dari penjelasan latar belakang di atas, terdapat beberapa rumusan masalah yaitu:
a. Apakah konsep dasar (pengertian, tujuan, dan fungsi) konstitusi ?
b. Bagimana sejarah dan perkembangan konstitusi di Indonesia?
c. Bagaimana tata perundang-undangan Indonesia?
C. Tujuan penelitian
Dari ketiga rumusan masalah di atas, dapat di ambil beberapa tujuan penulisan makalah ini yaitu:
a. Untuk mengetahui konsep dasar (pengertian, tujuan, dan fungsi) konstitusi.
b. Untuk mengetahui sejarah lahir dan perkembangan konstitusi di Indonesia.
c. Untuk mengetahui tata perundang-undangan Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep dasar Konstitusi
a. Pengertian konstitusi
Konstitusi berasal dari bahasa prancis, constituer, yang berarti membentuk. Maksud dari istilah ini ialah pembentukan, penyusunan atau pernyataan akan suatu negara. Dalam bahasa latin, kata konstitusi merupakan gabungan dua kata, yakni cume, berarti “bersama dengan” sedangkan statuere, berarti “membuat sesuatu agar berdiri” atau “mendirikan, menetapkan sesuatu”. Adapun Undang-Undang Dasar merupakan terjemahan dari istilah Belanda, grondwet, kata graund berarti tanah atau dasar, dan wet berarti undang-undang.[1]
Istilah konstitusi (constitution) dalam bahasa ingris memiliki makna yang lebih luas dari Undang-Undang Dasar, yakni keseluruhan dari peraturan-peraturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur secara mengikat cara-cara bagaimana suatu pemerintahan diselenggarakan dalam masyarakat.
Dari pengertian di atas, konstitusi dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Kumpulan kaidah yang memberikan pembatasan kekuasaan kepada penguasa.
2. Dokumen tentang pembagian tugas dan wewenagnya dari sistem politik yang diterapkan.
3. Deskripsi yang menyangkut masalah hak asasi manusia.
b. Tujuan konstitusi
Tujuan konstitusi adalah membatasi tindakan sewenang-wenang pemerintah, menjamin hak-hak rakyat yang diperintah, dan menetapkan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat. Adapun menurut Sri Soemantri menyatakan bahwa terdapat tiga materi muatan pokok dalam konstitusi yaitu, jaminan hak asasi manusia, susunan ketatanegaraan yang bersifat mendasar, pembagian dan pembatasan kekuasaan.
Dalam paham konstitusi demokratis dijelaskan bahwa isi konstitusi meliputi :
1. Anatomi kekuasaan (kekuasaan politik) tunduk pada hukum.
2. Jaminan dan perlindungan hak-hak asasi manusia.
3. Peradilan yang bebas dan mandiri.
4. Pertanggung jawaban kepada rakyat (akuntabilitas publik) sebagai sendi utama daari asas kedaulatan rakyat.
c. Fungsi konstitusi
1. Konstitusi berfungsi sebagai dokumen nasional (national document) yang mengandung perjanjian luhur, berisi kesepakatan-kesepakatan tentang politik, hukum, pendidikan, budaya, ekonomi, kesejahteraan dan aspek fundamental yang menjadi tujuan Negara.
2. Konstitusi sebagai piagam kelahiran (a birth certificate of new state).
3. Konstitusi sebagai sumber hukum tertinggi.
4. Konstitusi sebagai identitas nasional dan lambang persatuan
5. Konstitusi sebagai alat membatasi kekuasaan
B. Sejarah dan perkembangan konstitusi di Indonesia
Konstitusi sebagai suatu kerangka kehidupan politik telah lama dikenal sejak zaman yunani yang memiliki beberapa kumpulan hukum. Sejalan dengan perjalanan waktu, pada masa kekaisaran Roma pengertian konstitusi mangalami perubahan makna, ia merupakan suatu kumpulan ketentuan serta peraturan yang dibuat oleh para kaisar, pernyataan dan pendapat ahli hukum, negarawan, serta adat kebiasaan setempat selain undang-undang
Selanjutnya pada abad VII (zaman klasik) lahirlah piagam Madina atau konstitusi Madinah. Piagam yang dibentuk pada awal masa klasik Islam (622 M) merupakan aturan pokok tata kehidupan bersama di Madinah yang dihuni oleh berbagi macaam kelompok dan golongan: Yahudi, Kristen, Islam dan lain-lain.
Konstitusi Madinah berisikan tentang hak bebas berkeyakinan, kebebasan berpendapat kewajiban dalam hidup kemasyarakatan, dan mengatur kepentingan umum dalam kehidupan sosial yang majemuk. Secara keseluruhan piagam Madinah mengandung 47 pasal. Pasal pertama misalnya, berbunyi tentang prinsip persatuan dengan pernyataan “sesunggunya mereka adalah ummat yang satu, lain dari (komunitas) manusia yang lain”. Makna ummat dalam pernyataan ini menunjukan arti luas, pengertian ummat pada piagam ini membedakan sifat solidaritas yang dibangun oleh nabi Muhammad dari yang pernah ada sebelumnya, yaitu solidaritas yang berdasarkan pada semangat kelompok yang sempit dikenal dengan sebutan kabilah atau perkaum.[3]
Isi pasal 44 di piagam madinah menegaskan bahwa “mereka (para pendukung piagam) saling bahu-membahu dalam menghadapi penyerangan atas kota mereka yakni madinah.” Semangat saling membantu sebagai sebuah komunitas ummat yang plural tampak terlihat pada bunyi pasal 24 yang menjelaskan bahwa “kaum yahudi memikul biaya bersama kaum mukmin selama dalam peperangan.” Ikatan persatuan ini semakin diperjelas dalam pasal 25 yang menegaskan bahwa “kaum yahudi dari bani ‘Awf adalah satu ummat dengan kaum mukmin.” Bagi kaum yahudi Agama mereka, dan bagi kaum Mukmin agama mereka, kebebasan beragama ini juga berlaku bagi sekutu-sekutu mereka dan diri mereka sendiri.[4]
Sebagai negara hukum Indnesia memiliki konstitusi yang dikenal dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Undang-Undang dasar 1945 dirancaang sejak 29 mei 1945 sampai 16 juli 1945 oleh badan penyelidik usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Undang-Undang Dasar atau konstitusi Negara Republik Indonesia disahkan dan ditetapkan oleh PPKI pada hari sabtu tanggal 18 Agustus 1945. Dengan demikian, sejak itu Indonesia telah menjadi suatu negara moderen karena telah memiliki suatu sistem ketatanegaraan, yaitu Undang-Undang Dasar atau konstitusi negara yang memuat tata kerja konstitusi modern.
Dalam perjalanan sejarah, konstitusi Indonesia telah mengalami beberapa kali pergantian baik nama maupun subtansi materi yang dikandungnya, perjalan sejarah konstitusi Indonesia antara lain:
1. Undang-Undang Dasar 1945 yang masa berlakunya sejak 18 Agustus 1945-27 Desember 1945.
2. Konstitusi Republik Indonesia Serikat lazim dikenal dengan sebutan konstitusi RIS dengan masa berlakunya 27 Desember 1949-17 Agustus 1950.
3. Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) republik indonesia 1950 yang masa berlakunya sejak 17 Agustus 1950-5 juli 1959.
4. Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan pemberlakuan kembali konstitusi pertama Indonesia dengan masa berlakunya sejak dekrit Presiden 5 juli 1959-sekarang.[5]
C. Tata perundang-undangan Indonesia
Sebagaimana dalam penjelasan konstitusi bahwa indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum, tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka. Konsep ini mem;punyai ciri-ciri sebagai berikut: (1) adanya perlinduungan terhadap HAM. (2) adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan pada lembaga negara untuk menjamin perlindungan HAM. (3) pemerintah berdasarkan peraturan. (4) adanya peradilan administrasi.
Tata urutan perundang-undangan dalam kaitan implementasi konstitusi negara indonesia merupakan bentuk tingkat perundang-undangan. Sejak 1996 telah dilakukan perubahan atas hierarki (tata urutan) peraturan perundangundangan Indonesia. Di awal 1996 melalui ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 lampiran 2, disebutkan bahwa hierarki peraturan peruundang-undangan Indonesia sebagai berikut:
1. Undang-Undang Dasar 1945.
2. Ketetapan MPR.
3. Undang-Undang atau peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang.
4. Peraturan pemerintah.
5. Keputusan Presiden.
6. Peraturan pelaksanaanya, seperti:
a. Peraturan mentri;
b. Instruksi mentri; dan
c. Dan lain-lainnya.
Selanjutnya berdasarkan ketetapan MPR No. III Tahun 2000, tata urutan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia ssebagai berikut:
1. Undang-Undang Dasar 1945.
2. Ketetapan MPR.
3. Undang-Undang.
4. Peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang.
5. Peraturan pemerintah.
6. Keputusan presiden.
7. Peraturan daerah.[6]
Penyempurnaan terhadaap tata urutan perundang-undangan di Indonesia terjadi kembali pada 24 Mei 2004 ketika DPR menyetujui RUU pembentukan peraturan perundang-undangan (PPP) menjadi undang-undang. Dalam UU No. 10 Tahun 2004 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan (PPP), yang berlaku secara efektif paada Novenber 2004. Keberadaan undang-undang ini sekaligus menggantikan pengaturan tentang tata urutan peraturan perundang-undangan yang ada dalm ketetapan MPR No. III tahun 2000 sebagaimana tercantum di atas. Tata urutan peraturan perundang-undangan dalam UU PPP ini sebagaimana di atur dalam pasal 7 sebagai berikut:
1. Undang-Undang Dasar 1945.
2. Undang-Undang/peraturan pemerintah pengganti undang-undang.
3. Peraturan pemerintah.
4. Peraturan Presiden.
5. Peraturan daerah, yang meliputi:
a. Peraturan daerah provinsi;
b. Peraturan daerah kabupaten/kota; dan
c. Peraturan desa.
Dengan di bentuknya tata urutan perundang-undangan, maka segala peraturan dalam hierarki perundang-undangan yang bertentangan dengan peraturan yang di angkat di atasnya, tidak bisa dilaksanakan dan batal demi hukum. Sebagai contoh peraturan pemerintah daerah perda syariah misalnya, secara otomatis tidak bisa dilaksanakan dan batal demi hukum karena bertentangan dengan undang-undang di atasnya, yakni peraturan presiden dan UUD 1945. Hal serupa berlaku pula bagi peraturan presiden dengan sendirinya tidak dapat dilaksankan apabila bertentangan dengan undang-undang. Apalagi bertentangan dengan UUD 1945. Demi menjaga keutuhan NKRI dan persatuan Indonesia, hendaknya seluruh komponen politik tidak menjadikan peraturan atau gagasan yang bertolak belakang dengan UUD 1945 sebagai kompromi politik , khususnya dalam proses suksesi politik di daerah (pilkda).
BAB III
KESIMPULAN
Ø Konstitusi merupakan kumpulan prinsip-prinsip yang mengtur kekuasaan pemerintahan, pihak yang diperintah (rakyat), dan hubungan di antara keduanya, yang bertujuan untuk membatasi tindakan sewenang-wenang pemerintah, menjamin hak-hak rakyatnya yang diperintah, dan menetapkan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulatan
Ø Dengan dibentuknya tata urutan perundang-undangan, maka segala peraturan yang bertentangan dengan peraturan di atasnya batal demi hukum dan tidak bisa dilaksanakan.
Ø Konstitusi demokratis meliputi: 1. Anatomi kekuasaan (kekuasaan politik) tunduk pada hukum: 2. Jaminan dan perlindungan HAM: 3. Peradilan yang bebas dan mandiri: dan 4. pertanggung jawaban kepada rakyat (akuntabilitas publik) sebagai sendi utama dari asas kedaulatan rakyat
Ø Konstitusi merupakan media bagi terciptanya kehidupan yang demokratis bagi seluruh warga negara. Dengan kata lain, negara yang memilih demokrasi seagai pilihannya, maka konstitusi demokrasi merupakan aaturan yang dapat menjamin terwujudnya demokrasi dinegra tersebut sehimgga melahirkan kekuasaan.atau pemerintahan yang demokratis pula. Kekuasaan yang demokratis dalam menjalankan prinsip-prinsip demokrasi perlu dikawal oleh masyarakat sebagai pemegang kedaulatan. Agar nilai-nilai demokrasi yang diperjuangkan tidak diselewengkan, maka partisipasi warga negara dalam menyuarakan inspirasi perlu ditetapkan dalam konstitusi untuk ikut berpartisipasi dalam mengawal proses demokratisasi pada sebuah negara.
Ø Dalam sistem ketatanegaraan indonesia, sebelum perubahan UUD 1945 alat-alat kelengkapan negara adalah lembaga kepresidenan, MPR, DPA, DPR,BPK, dan kekuasaan kehakiman. Setelah amandemen UUD 1945 alat kelengkapan negara menjadi 8 lembaga yaitu MPR, DPR, DPD, PRESIDEN, MA, MK, KY, dan BPK. Posisi masing-masing lembaga setara yaitu sebagai lembaga tinggi negara yang memiliki korelasi satu sama lain dalam menjalankan fungsi check and balances antar lembaga tinggi tersebut.
Ø Dengan dibentuknya tata urutan perundang-undangan, maka segala peraturan yang bertentangan dengan peraturan diatasnya batal demi hukum dan tidak bisa dilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKA
Jimly Asshiddiqie. 2010. Konstitusi & konstitusionalisme Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Ubaidillah dan Abdul Rozak. 2003. Pancasila,Demokrasi,HAM,dan masyarakat madani. Jakarta: Kencana Prenadamedia Grup.
Sulaiman, Asep. 2014. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Bandung: Fadillah Press.
Zubaid, Achmad dan Kailan. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan. Jogjakarta: Paradigma.
Rojak, Abdullah dan A. Ubaedillah. 2012. Pancasila Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani. Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Mahfud M.D., Mohammad. 2000. Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Malian, Somirin. 2001. Gagasan Perlunya Konstitussi Baru Pengganti UUD 1945. Yogjakarta: UII Press.
Nasution, Adnan Buyung. 1995. Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia. Jakarta: Grafiti.
Manan, Bagir. 2005. DPR, DPD dan MPR dalam UUD 1945 Baru. Yogjakarta: FH UII Press.
Tutik, Titik Triwulan. 2006. Pokok-pokok Hukum Tata Negara. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Thaib, Dahlan dan Jazim Hamidi.2005.Teori dan Hukum Konstitusi.Jakarta: Rajawali Press
Sukardja, Ahmad. 1995.Piagam Madinah dan Undang-undang 1945.Jakarta: UI Pres
Juliantara, Dadang. 2002. negara demokrasi untuk indonesia. Solo: pondok edukasi
Jimly, asshidiqie. 1998. Konstitusi negara kesejahteraan dan realitas masa depan. Jakarta. Balai pustaka
[1] Jimly Asshiddiqie. 2010. Konstitusi & konstitusionalisme Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika. Hal. 35.
[2] Sulaiman, Asep. 2014. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Bandung: Fadillah Press. hal. 26.
[3] Sukardja, Ahmad. 1995.Piagam Madinah dan Undang-undang 1945.Jakarta: UI Pres. hal. 37-38.
[4] Sukardja, Ahmad. 1995.Piagam Madinah dan Undang-undang 1945.Jakarta: UI Pres. hal. 38.
[5] Jimly, asshidiqie. 1998. Konstitusi negara kesejahteraan dan realitas masa depan. Jakarta. Balai pustaka. hal. 25.
Comments
Post a Comment