Ushul fiqh dilalah

loading...




Pengertian dalalah
Dalalah  secara bahasa berarti petunjuk. Sedangkan secara istilah ulama ushul al-Fiqh
الدلالة هى مايدل اللفظ من معنى
Artinya: “Dalalah adalah suatu pengertian yag ditunjuki oleh lafazh.”
الدلالة هى مايقتضيه اللفظ عند الإطلاق
Artinya: “Dalalah merupakan sesuatu yang dikehendaki oleh lafazh ketika diucapkan secara mutlak.” Menurut Ulama Hanafiyah, sebagai pedoman untuk menggali dan memahami lafazh lafazh al-nash tersebut dapat dilakukan dengan melalui pemahaman dalalah lafzhiyah dan dilâlah ghairu lafzhiyah.

dilalath Al-lafdziyah
Menurut hanafiyah Dalam khazanah literatur ushul fiqih aliran Hanafiyah, disebutkan bahwa dilalah al-alfazh terhadap hukum dapat di bedakan menjadi empat macam, yaitu dalalah al-‘ibarah, dalalah al- isyarat, dalalah al- nash,dan dalalah al- iqtidha’. Penunjukan nash Al-Qur’an atau hadits terhadap suatu hukum adakalanya dengan medium lafazh dan adakalanya tidak dengan medium lafazh. Hanafiyah membagi dalalat menjadi beberapa bagian yaitu sebagai berikut:
Dalalah ‘ibarat
(petunjuk yang di peroleh dari apa yang tersurat dalam nash). Dalalah ‘ibarat yang juga disebut “Ibarat nash” ialah Penunjukkan lafazh kepada makna yang segera dapat dipahamkan dan makna itu memang di kehendaki oleh siyaqul kalam (rangkaian pembicaraan), baik maksud itu asli maupun tidak. Maksud asli adalah maksud utama dari nash dan maksud yang tidak asli adalah maksud kedua yang juga dapat di ambil dari nash itu. Hal ini akan lebih jelas bila di perhatikan contoh dalam firman Allah: Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap hak-hak perempuan yang yatim, maka kawinilah wanita-wanita yang kamu senangi dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka seorang saja.  Dengan memperhatikan ’barat nash (apa yang tersurat dalamm nash) tersebut kita memperoleh tiga pengertian. Yakni:
diperbolehkan mengawini wanita-wanita yang disenangi
membatasi jumlah istri sampai empat orang saja dan
wajib hanya mengawini seorang wanita saja dikhawatirkan berbuat khianat lantaran mengawini wanita banyak.
Ketiga ma’na (hukum) tersebut disimpulkan berdasarkan ibarat al-nash, karena memang ketiga ma’na (hukum) itulah yang menjadi alasan munculnya perbincangan (siyaq al-kalam) yang terdapat dalam ayat di atas. Dalam arti semua pengertian tersebut ditunjuk oleh lafazh nash secara jelas, akan tetaapi pengertian yang pertama bukan merupakan maksud yang asli , sedang pengertian yang kedua dan ketiga merupakan maksud yang asli. Sebab ayat tersebut dikemukakan kepada orang-orang yang khawatir berkhianat terhadap hak milik wanita-wanita yatim, sehingga harus dialihkan dari beristri yang tiada terbatas kepada dua, tiga, atau empat orang saja. Inilah maksud yang asli dari siyaqul kalam, kemudian maksud yang tidak asli ialah tentang bolehnya mengawini wanita yang di senangi.
Dalalat al-Isyarat (petunjuk yang diperoleh dari apa yang tersirat dalam nash)
Dalalat al-Isyarat atau Isyarat al-Nash adalah penunjukan lafazh atas makna (hukum) yang tidak dikehendaki oleh konteks perbincangan yang ada dalam nash, akan tetapi, makna tersebut menjadi kelaziman/keniscayaan bagi hukum yang di kehendaki oleh kontek perbincangan yang terdapat dalam nash. dengan arti makna itu tidak dapat dipisahkan dari makna yang dimaksudkan, baik menurut rasio, maupun menurut adat kebiasaan dan baik makna itu jelas maupun samar-samar. Dengan kata lain bahwa dalalat al-isyarat itu ialah dalalah lafazh kepada makna iltizami (tidak dapat dipisahkan) yang tidak dimaksud menurut siyaqul kalam. Misalnya dalam firman Allah SWT:
Dan kewajiban ayah untuk memberikan makan dan pakaian kepada ibu-ibu dengan kebaikan.  Ayat ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa nafkah ibu-ibu yang menyusui jika mereka diceraikan di tanggung oleh ayah. Ini adalah ibarah nash dan dipahami dipahami dari situ,bahwa anak itu nasabnya diikutkan ayah bukan ibu, karena huruf ”laam” untuk mengkhususkan. Mereka menetapkan dari situ kesendirian ayah dengan nafkahnya dan bahwa anak itu menjadi orang Quraisy jika ayahnya orang Quraisy bukan ibunya dan demikian pula ia menjadi sederajat (kufu) bagi perempuan Quraisy mengikuti ayahnya bukan ibunya. adapun makna isyarat nashnya antara lain:
Ayah tidak dapat di sertai orang lain dalam menjalankan kewajibannya memberi nafkah kepada anak-anaknya, lantaran anak itu adalah putranya sendiri bukan putra orang lain.
Ayah biarpun dalam keadaan melarat, sedang ibunya dala keadaan mampu misalnya, maka putra tersebut tetap dalam tanggungannya.
Ayah dalam keadaan yang sangat memerlukan bolehmengambil harta anaknya sekedar menutup kebutuhannya, tanpa menggantinya. Karena ia adalah anaknya termasuk hartanya juga. Pengertian-pengertian yang demikian ini di istimbatkan dari isyarat nash. Dengan demikian ketentuan hukum itu diperoleh dari isyarat al-Nash, bukan dari ibarat al-Nash.
Dalalat al-Dalalah atau Dalalat al-Nash
Dalalat al-Nash ialah dalalahnya atas ketetapan hukum hal yang disebut bagi hal yang didiamkan untuk memehami maksud dengan hanya memahami bahasa dan itu ailah yang didiamkan dengan istilah lain dengan qiyas jali (terang), baik maksud yang didiamkan lebih diutamakan dalam hukum daripada yang disebut atau sama dengannya.
Dinamakan dalalat al-Dilalat, adalah karena hukum yang ditetapkannya bukan diambil secara langsung dari madlul lafazh. Oleh karena pemikiran manusia dalam hal ini menjalar dari madlul lafazh kepada ma’na yang lebih umum yang dapat mencakupnya dan mencakup pula yang lain, maka dalalat al-Dalalat ini pada hakikatnya adalah dalalat al-nash. Menjalarnya penikiran ini dapat dapat terjadi pada seseorang ahli bahasa tanpa memerlukan ijtihad atau istinbat. Dan in ilah perbedaan antara dalalat al-dalalah dengan qiyas. Misalnya dalam firman Allah.
Maka janganlah sekali-kali kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ”ah”.......  Secara eksplisit ayat tersebut menjelaskan tentang haramnya mengucapkan ”Ah” kepada kedua orang tua. Bila ucapan”Ah” kepada orang tua saja diharamkan, maka memukul dan mencerca serta segala perkataan dan perbuatan yang menyakitkan hati kedua orang tua, tentu lebih diharamkan. Karena itu larangan terhadap terhadap ucapan ”Ah” secara otomatis juga merupakan larangan terhadap segala bentuk ucapan dan perbuatan yang menyakitkan. Sebab ucapan ”Ah” merupakan bentuk yang paling sederhana yang dapat menyakitkan hati, sehingga segala perkataan dan perbuatan yang lebih menyakitkan, tentu lebih di haramkan. Dalalat ini dapat di pahami dari nash ayat tersebut tanpa memerlukan istinbat. Dengan demikian, perbedaan antara dilalat al-Nash dengan qiyas ialah, kalau qiyas titik persamaan (illat) antara hukum yang terkandung dalam nash dengan hukum yang tidak terkandung dalam nash hanya bisa diketahui melalui istinbat, sedang dalalat Al-nash hukum itu dapat diketahui tanpa melalui istinbat. Bahkan terkadang dalalah tersebut dapat langsung diketahui dari suatu lafazh, baik oleh orang yang ahli dan yang tidak ahli.
Dalalat al-Iqtidha’ atau Iqtidha’ al-Nash
Dalalat al-Iqtidha’ penunjukan lafazh kepada sesuatu yang tidak disebut oleh nash, akan tetapi, pengertian nash itu baru dapat dibenarkan jika yang tidak disebut itu dinyatakan dalam perkiraan yang tepat. Dengan kata lain nash tersebut tidak akan memberi pengertian, jika sekiranya tidak membubuhkan suatu lafazh atau pengertian yang sesuai. Keharusan untuk menyatakan lafazh atau pengertian yang sesuai itu mengandung tiga macam kegunaan.
wajib, agar pengerian nash itu benar adanya. Misalnya sabda rasulullah saw : Diangkat dari ummatku kesalahan, kelupaan dan sesuatu yang dipaksakan orang kepadanya. Mengangkat kesalahan, kelupaan dan paksaan sekali-kali tidak akan terjadi. Karena ketiga-tiganya adalah perbuatan yang sudah terlanjur dilakukan. Tidak dapat ditarik kembali. Oleh karena itu yang dihapus (diangkat) niscaya bukan perbuatannya, tetapi yang lain. Agar nash tersebut memberi pengertian yang benar hendaknya dibubuhkan suatu lafazh dalam rangkaian kalimatnya. Adapun lafazh yang pantas untuk dibubuhkan dalam rangkaian kalimat tersebut adalah lafazh ”itsm” (dosa) atau ”hukm” (hukum) sebelum lafazh ”al-khata”. Sehingga tersusunlah rangkain kalimat : Diangkat dari ummatku dosa karena salah, lupa dan sesuatu yang dipaksakan kepadanya.
wajib, agar pengertian nash itu benar menurut logika. Misalnya firman Allah: Dan tanyakanlah negri yang kami tadinya berada disitu Adalah tidak dibenarkan maknanya menurut logika. Sekiranya tidak dibubuhkan perkataan ”ahli” (penduduk) sebelum lafazh ”al-qoryah” (negri). Dengan demikian tersusunlah rangkaian kalimat : Dan tanyakanlah kepada penduduk negri yang kami tadinya berada disitu.
wajib, agar pengertian nash itu benar (sah) menurut syara’. Misalnya seorang berkata kepada kawannya : ” hadiahkanlah bukumu itu kepada si Ahmad dari saya!” Di sini pembicara memberikan kuasa kepada kawannya untuk menghadiahkan buku kepada si Ahmad. Pemberian hadiah dari orang yang memberikan kuasa itu menurut syara’ dianggap tidak sah, kecuali kalau buku itu sudah menjadi milikya. Apabila orang yang diberi kuasa itu menerima kuasa tersebut, maka hal itu berarti bahwa dia telah menyetujui menjual buku dan memindahkan haknya terhadap buku itu kepada orang yang memberikan kuasa.

Menurut pandangan ulama syafi'iyah dalalah ada dua yaitu dalalah manthuq dan dalalah mafhum.
Dalalah manthuq
Adalah petunjuk lafadh sama dengan arti redaksi lafadh itu sendiri, seperti firman Allah :
وربائبكم اللاتى فى حجوركم من نسائكم اللا تى دخلتم بهن (النساء : 23).
Artinya : Anak-anak, istri-istrimu yang dalam peliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri.(Qs. An-nisa : 23).
Ayat ini menunjukkan haramnya menikahi anak istri yang berada dalam pemeliharaan ayah tiri, jika ibunya telah digauli, penunjukannya begitu jelas dan tidak memerlukan penjelasan.
Dalalah manthuq dibagi menjadi dua macam :
Dalalah manthuq sharikh
Adalah petunjuk lafadh yang timbul dari penetapan lafadh itu sendiri walaupun secara tersembunyi. Misalnya firman Allah :
فلا تقل لهمااف Manthuq sharikh dalam istilah ulama syafi'iyah ini adalah apa yang diistilahkan dengan dalalah ibarah dalam pengertian ulama hanafiyah.
Dalalah manthuq ghairu sharikh (tidak jelas)
Adalah petunjuk lafad sesuai dengan kelaziman yang berlaku. Dalalah ini sama dengan dalalah isyarah menrutu ulama' hanafiah. (contohnya : firman Allah (Qs. Al-Baqarah : 233).
Dalalah Mafhum
Adalah petunjuk lafadh kepada arti yang tidak disebutkan oleh lafadh itu karena memang didiamkan baik dalam hal menetapkan hukum maupun meniadakan hukum.
Dalalah mafhum dibagi menjadi dua yaitu :
Mafhum muwafaqah
Adalah lafadnya menunjukkan bahwa hukum yang tidak disebutkan sama dengan hukum yang disebutkan dalam lafadh. Contoh : فلا تفار لهمااف Mafhum muwafaqahnya adalah semua perkataan atau perbuatan yang menyakitkan orang tua juga dilarang. Seperti memukul walaupun didalam ayat itu tidak disebutkan. Mafhum muwafaqah ini dibagi menjadi dua yaitu mafhum aulawi dan mafhum musawi. Mengenai penjelasan terdapat pada dalalah al-nash yang dibagi menjadi dua menurut
Dalalah mukholafah
Adalah mafhum yang lafadhnya menunjukkan bahwa hukum yang tidak disebutkan berbeda dengan hukum yang disebutkan. Mafhum ini dibagi mafhum muskholafah dibagi menjadi lima yaitu :
Maftum dengan sifat (مقهوك الوصف )
Adalah petunjuk lafadh yang diberi sifat tertentu kepada berlakunya hukum sebaliknya dari hukum yang disebutkan oleh lafadh itu. Seperti dalam firman Allah:
ومن تتل مؤمناخطاء فتحرير رقبة مؤمنة (النساء : 92).
"Dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan hamba sahaya yang beriman " ( Q.S An Nisa' : 92). Mafhum muklolafnya memerdekakan hamba sahaya yang tidak beriman belum memenuhi kewajiban.
Mafhum dengan maksimal (مفهوم الغاية)
Adalah petunjuk lafadh yang menentukan suatu hukum sampai dengan batas yang telah ditentukan, apabila telah melewati batas yang ditentukan, maka berlaku hukum sebaliknya.
فان طلقهافا تحل له من بعد حتى تنكح زوجاغيره.
Jika suami mentalak istrinya (talak tiga), tidak halal bekas istri itu untuk nya, hingga bekas istri itu mengawini laki-laki lain. Mafhum mukholafahnya adalah bekas istri yang ditalak tiga telah kawim lagi dengan laki-laki lain, kemudian bercerai dan telah habis masa iddahnya, maka boleh mengawani bekas istri yang telah ditalak tiga itu.
 Mafhum dengan syarat (مفهوم الشرط)
Adalah bisa syarat terpenuhi berlaku hukum, tetapi bila syarat itu tidak terpenuhi maka dapat ditetapkan hukum sebaliknya. Contoh :
وان كن اولات حمل فانفقوا عليهن حتى يضعن حملهن.
"Jika perempuan (yang diurai) itu dalam keadaan hamil maka berilah nafkah sampai mereka melahirkan " ( Q.S .Al-Thalaq : 6) Mafhum mukholafnya adalah tidak wajibnya, memberi nafkah pada istri yang dicerai bain bila ia tidak hamil.
Mafhum dengan bilangan
Adalah petunjuk lafadh yang memberi pengertian yang dinyatakan dengan bilangan tertentu dan akan berlaku hukum sebaliknya pada bilangan lain yang berbeda. Contohnya:
الزانية والزانى فاجلدو اكل واحد منهما مائة جلد ة (النور : 2)
"Penzina perempuan dan penzina laki-laki deralah masing-masing sebanyak 100 kali" Mafhun mukholafahnya adalah mendera pezina kuranf dari 100 kali belum memadai.lebih dari 100 kali tidak boleh/ tidal sah bila didera kurang atau lebih dari 100 kali harus pas 100 kali.
Mafhum dengan gelar (مفهوم الكتب)
Adalah penunjukan suatu lafadh yang menjelaskan berlakunya suatu hukum untuk suatu nama atau sebutan tertentu atas tidak berlakunya hukum itu untuk orang-orang lain. Umpanya firman Allah yang berbunyi :
محمدرسول الله (الفتح : 29)
Muhamamad itu adalah utusan Allah (Q.S. Al-Fat : 29) Mafhum mukholafahnya adalah selain nabi Muhammad bukan Utusan Allah.

Comments

Popular posts from this blog

makalah gotong royong

makalah hukum adat kekerabatan

MAKALAH NEGARA DAN BANGSA